Jumat, 17 Februari 2012

Bolehkah membaca al-Qur'an tak berurutan?



Yang lebih utama dalam membaca Al-Qur'an adalah sesuai dengan urutan surat yang terdapat dalam mushaf, karena itulah urutan yang diperiksa kan Jibril pada Nabi n\ pada akhir kehidupan beliau. [ At-Tahbir fi Ilmi Tafsir, Suyuthi hlm. 637]
Berkata Imam Nawawi  dalam (( At-Tibyan)):
"Berkata para ulama -semoga Allah merahmati mereka-: yang terbaik adalah membaca sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf. Mulai dengan surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Baqarah
kemudian surat Ali Imran kemudian surat An-Nisa' dan seterusnya sampai khatam dengan surat An-Nas. Hal ini dilakukan baik dibaca dalam shalat atau di luar shalat, dan disunnahkan juga jika membaca sebuah surat agar membaca surat yang setelahnya sekalipun dalam rakaat pertama membaca surat An-Nas lalu pada rakaat kedua membaca surat Al-Baqarah.
Dalilnya adalah: Bahwasanya urutan mushaf memiliki hikmah, maka seharusnya untuk menjaganya kecuali dalam hal-hal yang terdapat pengecualiannya dalam syariat seperti shalat Shubuh pada hari Jumat, maka pada rakaat pertama membaca surat As-Sajdah dan pada rakaat kedua membaca Al-Insan, dan juga dalam dua shalat 'id pada rakaat pertama membaca surat Qaf dan rakaat kedua membaca surat Al-Qamar.
Dan seandainya menyelisihi urutan ini dengan cara membaca sebuah surat kemudian membaca surat yang sebelumnya, atau menyelisihi urutan dengan cara membaca surat yang sebelumnya yang bukan setelahnya, maka ini diperbolehkan tetapi meninggalkannya lebih utama. Adapun membaca sebuah surat dari akhir hingga awal maka disepakati atas larangannya dan dicela; karena hal itu menghilangkan sebagian dari bentuk-bentuk keindahannya dan menghilangkan hikmah dari urutan ini".
Telah datang dari Aisyah s\ yang menunjukkan tidak wajibnya membaca Al-Qur'an dengan berurutan:
Imam Bukhari meriwayatkan dari Yusuf bin Mahak bahwa dia berkata, sungguh aku berada di sisi Aisyah ummul mukminin s\ saat ada orang Iraq datang kepadanya dan berkata, 'Wahai ummul mukminin perlihatkan pada ku mushaf mu. Maka beliau bertanya, 'Untuk apa?', orang itu menjawab, 'Agar aku menulis Al-Qur'an yang sesuai dengannya, karena mushaf ini dibaca tanpa penulis. Beliau bertanya, 'Tidak ada yang membahayakan mu, mana yang kamu baca lebih dahulu, hanya saja Al-Qur'an diturunkan pertama kali dengan surat mufasshal yang di dalamnya disebutkan surga dan neraka, sampai ketika manusia dekat dengan Islam maka turunlah surat yang berisi halal dan haram, seandainya ayat yang pertama kali turun adalah "Jangan meminum khamer", niscaya mereka akan berkata, 'kami tidak akan meninggalkan khamer selama-lamanya' dan kalau turun ayat 'Janganlah kalian berzina' mereka akan mengatakan, 'Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya'. Sungguh ketika di Makkah turun ayat kepada Nabi n\ dan kami saat itu masih gadis dan bermain-main, "bahkan hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit". Dan tidaklah turun surat Al-Baqarah dan An-Nisa' kecuali setelah aku berada di sisinya.
Berkata Ibnu Hajar:
"yang nampak bagi saya bahwa orang Iraq ini termasuk orang yang mengambil bacaan Ibnu Mas'ud, dan Ibnu Mas'ud tatkala mushaf Utsman di hadirkan di Kufah beliau tidak setuju untuk kembali dari bacaannya dan untuk melenyapkan mushaf nya .... maka saat itu penulisan mushaf nya berbeda dengan penulisan mushaf Utsman. (Penulisan mushaf di sini yang dimaksud adalah pengumpulan surat-suratnya tersusun berurutan) dan tidak diragukan bahwa penulisan mushaf Utsmani lebih banyak cocoknya dengan kebenaran daripada yang lain, oleh karena itulah orang Iraq ini mengatakan bahwa mushaf nya tidak di tulis…".
Berkata Ibnu Baththal:
"Kita tidak mengetahui seorang pun yang mengatakan wajibnya membaca surat-surat al-Qur'an dengan berurutan, baik di dalam shalat maupun di luar shalat, bahkan boleh membaca surat al-Kahfi sebelum surat al-Baqarah dan surat al-Hajj sebelum surat al-Kahfi. Adapun tentang orang-orang terdahulu yang melarang membaca al-Qur'an dengan terbalik, maksudnya adalah membaca al-Qur'an mulia dari akhir surat hingga awal surat. Dan dahulu ada sekelompok orang yang membuatnya dalam bentuk qasidah dari syair untuk berlebih-lebihan menjaganya dan mudah diurutkan untuk pengucapannya, maka kaum salaf melarang hal itu dalam al-Qur'an karena haram. Dan berkata Ibnu Sirin, 'Urutan surat-surat tidak wajib, baik dalam tilawah, shalat maupun pelajaran. Karena itulah mushaf berbeda-beda, tatkala mushaf Utsmani ditulis mereka mengurutkannya sesuai dengan yang sekarang ini, oleh karenanya, urutan mushaf-mushaf sahabat berbeda-beda.'" (Fathul Bari 9/40 dengan ringkas).
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;