Yang lebih utama dalam membaca Al-Qur'an adalah sesuai dengan
urutan surat yang terdapat dalam mushaf, karena
itulah urutan yang diperiksa kan
Jibril pada Nabi n\ pada akhir
kehidupan beliau. [ At-Tahbir fi Ilmi Tafsir, Suyuthi hlm. 637]
Berkata Imam Nawawi dalam (( At-Tibyan)):
"Berkata para ulama -semoga Allah merahmati mereka-: yang terbaik
adalah membaca sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf. Mulai dengan surat Al-Fatihah kemudian surat
Al-Baqarah
kemudian surat Ali Imran kemudian surat An-Nisa' dan seterusnya sampai khatam dengan surat An-Nas. Hal ini dilakukan baik dibaca dalam shalat atau di luar shalat, dan disunnahkan juga jika membaca sebuah surat agar membaca surat yang setelahnya sekalipun dalam rakaat pertama membaca surat An-Nas lalu pada rakaat kedua membaca surat Al-Baqarah.
kemudian surat Ali Imran kemudian surat An-Nisa' dan seterusnya sampai khatam dengan surat An-Nas. Hal ini dilakukan baik dibaca dalam shalat atau di luar shalat, dan disunnahkan juga jika membaca sebuah surat agar membaca surat yang setelahnya sekalipun dalam rakaat pertama membaca surat An-Nas lalu pada rakaat kedua membaca surat Al-Baqarah.
Dalilnya adalah: Bahwasanya urutan mushaf memiliki hikmah, maka
seharusnya untuk menjaganya kecuali dalam hal-hal yang terdapat pengecualiannya
dalam syariat seperti shalat Shubuh pada hari Jumat, maka pada rakaat pertama
membaca surat As-Sajdah dan pada rakaat kedua membaca Al-Insan, dan juga dalam
dua shalat 'id pada rakaat pertama membaca surat Qaf dan rakaat kedua membaca
surat Al-Qamar.
Dan seandainya menyelisihi urutan ini dengan cara membaca sebuah surat kemudian membaca surat
yang sebelumnya, atau menyelisihi urutan dengan cara membaca surat yang sebelumnya yang bukan setelahnya,
maka ini diperbolehkan tetapi meninggalkannya lebih utama. Adapun membaca
sebuah surat dari
akhir hingga awal maka disepakati atas larangannya dan dicela; karena hal itu
menghilangkan sebagian dari bentuk-bentuk keindahannya dan menghilangkan hikmah
dari urutan ini".
Telah datang dari Aisyah s\ yang menunjukkan tidak wajibnya membaca Al-Qur'an dengan
berurutan:
Imam Bukhari meriwayatkan dari Yusuf bin Mahak bahwa dia berkata,
sungguh aku berada di sisi Aisyah ummul mukminin s\ saat ada orang Iraq
datang kepadanya dan berkata, 'Wahai ummul mukminin perlihatkan pada ku mushaf
mu. Maka beliau bertanya, 'Untuk apa?', orang itu menjawab, 'Agar aku menulis
Al-Qur'an yang sesuai dengannya, karena mushaf ini dibaca tanpa penulis.
Beliau bertanya, 'Tidak ada yang membahayakan mu, mana yang kamu baca lebih
dahulu, hanya saja Al-Qur'an diturunkan pertama kali dengan surat mufasshal
yang di dalamnya disebutkan surga dan neraka, sampai ketika manusia dekat
dengan Islam maka turunlah surat yang berisi halal dan haram, seandainya ayat
yang pertama kali turun adalah "Jangan meminum khamer", niscaya mereka
akan berkata, 'kami tidak akan meninggalkan khamer selama-lamanya' dan kalau
turun ayat 'Janganlah kalian berzina' mereka akan mengatakan, 'Kami tidak akan
meninggalkan zina selama-lamanya'. Sungguh ketika di Makkah turun ayat kepada
Nabi n\ dan kami saat itu masih gadis dan
bermain-main, "bahkan hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada
mereka dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit". Dan tidaklah
turun surat
Al-Baqarah dan An-Nisa' kecuali setelah aku berada di sisinya.
Berkata Ibnu Hajar:
"yang nampak bagi saya bahwa orang Iraq ini termasuk orang
yang mengambil bacaan Ibnu Mas'ud, dan Ibnu Mas'ud tatkala mushaf Utsman di
hadirkan di Kufah beliau tidak setuju untuk kembali dari bacaannya dan untuk
melenyapkan mushaf nya .... maka saat itu penulisan mushaf nya berbeda dengan
penulisan mushaf Utsman. (Penulisan mushaf di sini yang dimaksud adalah
pengumpulan surat-suratnya tersusun berurutan) dan tidak diragukan bahwa
penulisan mushaf Utsmani lebih banyak cocoknya dengan kebenaran daripada yang
lain, oleh karena itulah orang Iraq
ini mengatakan bahwa mushaf nya tidak di tulis…".
Berkata Ibnu Baththal:
"Kita tidak mengetahui seorang pun yang mengatakan wajibnya
membaca surat-surat al-Qur'an dengan berurutan, baik di dalam shalat maupun di
luar shalat, bahkan boleh membaca surat al-Kahfi sebelum surat al-Baqarah dan
surat al-Hajj sebelum surat al-Kahfi. Adapun tentang orang-orang terdahulu yang
melarang membaca al-Qur'an dengan terbalik, maksudnya adalah membaca al-Qur'an mulia
dari akhir surat hingga awal surat. Dan dahulu ada sekelompok orang yang
membuatnya dalam bentuk qasidah dari syair untuk berlebih-lebihan menjaganya
dan mudah diurutkan untuk pengucapannya, maka kaum salaf melarang hal itu dalam
al-Qur'an karena haram. Dan berkata Ibnu Sirin, 'Urutan surat-surat tidak
wajib, baik dalam tilawah, shalat maupun pelajaran. Karena itulah mushaf
berbeda-beda, tatkala mushaf Utsmani ditulis mereka mengurutkannya sesuai
dengan yang sekarang ini, oleh karenanya, urutan mushaf-mushaf sahabat berbeda-beda.'"
(Fathul Bari 9/40 dengan ringkas).